Detik demi detik tlah kulewati
Hari berganti hari
Kucoba bangkit dari semua ini
Kucoba menatap dunia dengan tegar
Saat sayatan telah mengering
Mengapa harus terkuak kembali
Mengapa sedikit demi sedikit ingatan itu kembali
Saat ku tlah menjadi baru
Mengapa semua terjadi
Aku sadar sayatan itu takkan sepenuhnya mengering
Aku sadar aku harus menghadapinya
Tapi akankah aku sanggup mengahdapinya
Saat semuanya ada di depan mata
Apakah aku dapat meluruskannya
Maafkan aku
Kau kembali dengan sejuta tanya padaku
Kau buat diriku bingung
Kau buat diriku mematung tak berdaya
Kau...
Maafkan aku
Kamis, 23 Maret 2017
MY HEART
Disinilah aku berada
Menatap langit nan biru yang indah
Mulai menerawang jauh ke awan
Betapa indahnya dunia ini
Di saat aku hanya sendiri
Aku mulai memikirnya
Senyum indah penuh pesona
Betapa tampan dirinya...
Saat ini...
Aku hanya bisa memikirnya
Aku hanya bisa bisa memandangnya dari jauh
Aku hanya bisa...
Entah kenapa...
Kau mulai memasuki relung hatiku
Kau mulai menjadi orang yang pertama di diriku
Dirimulah satu-satunya yang ada di diriku
Mulai saat ini dan sampai batas yang ada di tentukan
By: Yasinta Rulivia
Menatap langit nan biru yang indah
Mulai menerawang jauh ke awan
Betapa indahnya dunia ini
Di saat aku hanya sendiri
Aku mulai memikirnya
Senyum indah penuh pesona
Betapa tampan dirinya...
Saat ini...
Aku hanya bisa memikirnya
Aku hanya bisa bisa memandangnya dari jauh
Aku hanya bisa...
Entah kenapa...
Kau mulai memasuki relung hatiku
Kau mulai menjadi orang yang pertama di diriku
Dirimulah satu-satunya yang ada di diriku
Mulai saat ini dan sampai batas yang ada di tentukan
By: Yasinta Rulivia
lirik lagu that's what i like
THAT'S WHAT I LIKE
I got a condo in Manhattan
Baby girl, what's happening?
You and your ass invited
So gon' and get to clappin'
Girl, pop it for a pimp
Pop, pop it for me
Turn around and drop it for a pimp
Drop, drop it for me
I'll rent a beach house in Miami
Wake up with no jammies
Lobster tail for dinner
Julio serve that scampi
You got it if you want it
Got, got it if you want it
Said you got it if you want it
Take my wallet if you want it now
Jump in the Cadillac
Girl, let's put some miles on it
Anything you want
Just to put a smile on it
You deserve it, baby, you deserve it all
And I'm gonna give it to you
Gold jewelry shining so bright
Strawberry champagne on ice
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Sex by the fire at night
Silk sheets and diamonds all white
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
I'm talkin' trips to Puerto Rico
Say the word and we go
You can be my freaka
Girl, I'll be a fleeko, mamacita
I will never make a promise that I can't keep
I promise that your smile ain't gon' never leave
Shopping sprees in Paris
Everything 24 karats
Take a look in that mirror
Now tell me who's the fairest
Is it you? Is it you? Is it me? Is it me?
Say it's us, say it's us, and I'll agree, baby
Jump in the Cadillac
Girl, let's put some miles on it
Anything you want
Just to put a smile on you
You deserve it, baby, you deserve it all
And I'm gonna give it to you
Gold jewelry shining so bright
Strawberry champagne on ice
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Sex by the fire at night
Silk sheets and diamonds all white
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
If you say you want a good time
Well here I am, baby, here I am, baby
Talk to me, talk to me, talk to me
Tell me what's on your mind
If you want it, girl come and get it
All this is here for you
Tell me, baby, tell me, tell me, baby
What you tryna do
Gold jewelry shining so bright
Strawberry champagne on ice
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Sex by the fire at night
Silk sheets and diamonds all white
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
By:Dzaky Dhawy Dermawan
LOVE
Melupakan lebih sulit daripada mengingat
Membenci lebih sulit daripada mencintai
Kenangan indah bersamamu tertanam slalu dalam benakku
Mencintaimu hal yang ku sukai
Akankah ku bisa berhenti mencintaimu?
Akankah ku bisa berhenti memikirkanmu?
Mungkin dulu aku tidak akan bisa
Tapi sekarang...
Cintamu sudah selesai untukku
Ku tak ingin hal ini berjalan kembali
By: Yasinta Rulivia
TERBENGKALAI DALAM KENANGAN
Kau tau?
Aku adalah pendatang baru dalam hidupmu. Yang memperhatikanmu, mengawasimu, melirikmu, namun semua kulakukan dari jauh.
Kau tau?
Kita dipertemukan karena-Nya. Ah, bukan kau yang tahu kehadiranku, hanya aku yang sadar bahwa Dia telah mempertemukan kita.
Kau sadar?
Kata "pendatang baru" untukku sudah tidak cocok lagi dalam hidupmu. Karena pertemuan kita tidaklah terhitung hari lagi, melainkan tahun.
Kau sadar?
Aku melirikmu, aku tersenyum melihatmu. Walau dari jauh. Saat itu, masa dimana kau didekatku, masa dimana kita berdampingan, tapi kau tak bergeming, kau tak sadar. Atau itu hanyalah perasaanku?
Kau tahu?
Bahwa ada banyak kenangan yang terlewatkan, ada banyak kejadian yang terjadi, ada banyak pundi-pundi kehidupan yang kau abaikan. Tapi sekali lagi, disini hanya aku yang merasakan.
Kau tidak peduli atau kau tidak sadar dengan kehadiranku?
Kau tidak sadar dengan kehadiranku atau kau hanya memekirkan hidupmu, tidak memikirkan sekelilingmu?
Kau yang malas melihat atau aku yang terlalu bodoh untuk memperjuangkan ini?
Ah, aku tidak memperjuangkannya. Aku hanya diam, aku hanya melihat, aku hanya merasakan.
Kau bahkan tidak tahu, ada banyak kenangan tentangmu dalam hidupku.
Tetapi, apakah kau sadar dengan kenanganmu?
Source :
https://www.wattpad.com/161824455-tiga-tahun-lalu-terbengkalai-dalam-kenangan
This Blog Written By :
Chinthya Kharanshya
Aku adalah pendatang baru dalam hidupmu. Yang memperhatikanmu, mengawasimu, melirikmu, namun semua kulakukan dari jauh.
Kau tau?
Kita dipertemukan karena-Nya. Ah, bukan kau yang tahu kehadiranku, hanya aku yang sadar bahwa Dia telah mempertemukan kita.
Kau sadar?
Kata "pendatang baru" untukku sudah tidak cocok lagi dalam hidupmu. Karena pertemuan kita tidaklah terhitung hari lagi, melainkan tahun.
Kau sadar?
Aku melirikmu, aku tersenyum melihatmu. Walau dari jauh. Saat itu, masa dimana kau didekatku, masa dimana kita berdampingan, tapi kau tak bergeming, kau tak sadar. Atau itu hanyalah perasaanku?
Kau tahu?
Bahwa ada banyak kenangan yang terlewatkan, ada banyak kejadian yang terjadi, ada banyak pundi-pundi kehidupan yang kau abaikan. Tapi sekali lagi, disini hanya aku yang merasakan.
Kau tidak peduli atau kau tidak sadar dengan kehadiranku?
Kau tidak sadar dengan kehadiranku atau kau hanya memekirkan hidupmu, tidak memikirkan sekelilingmu?
Kau yang malas melihat atau aku yang terlalu bodoh untuk memperjuangkan ini?
Ah, aku tidak memperjuangkannya. Aku hanya diam, aku hanya melihat, aku hanya merasakan.
Kau bahkan tidak tahu, ada banyak kenangan tentangmu dalam hidupku.
Tetapi, apakah kau sadar dengan kenanganmu?
Source :
https://www.wattpad.com/161824455-tiga-tahun-lalu-terbengkalai-dalam-kenangan
This Blog Written By :
Chinthya Kharanshya
Novel A Man Called Ove
Judul : A Man Called Ove
Penulis : Fredrik Backman
Penerjemah : Ingrid Nimpoeno
Penerbit : Penerbit Noura Books
Terbit : Cetakan pertama, Januari 2016
Tebal : 440 halaman
Laki-laki tua itu bernama Ove. Bukan tipe yang romantis. Bukan juga tipe yang ramah. Jika seseorang berani membawa mobil mereka ke depan plang dilarang parkirnya, ia tak segan-segan menegur. Apalagi mengadakan pertikaian besar tentang melanggar sebuah aturan.
Penulis : Fredrik Backman
Penerjemah : Ingrid Nimpoeno
Penerbit : Penerbit Noura Books
Terbit : Cetakan pertama, Januari 2016
Tebal : 440 halaman
“Kita merasa gentar terhadap kematian, tapi sebagian besar dari kita merasa paling takut jika kematian itu membawa pergi orang lain. Sebab yang selalu menjadi ketakutan terbesar adalah jika kematian itu melewatkan kita. Dan meninggalkan kita di sana sendirian.” –A Man Called Ove, hlm. 425
Laki-laki tua itu bernama Ove. Bukan tipe yang romantis. Bukan juga tipe yang ramah. Jika seseorang berani membawa mobil mereka ke depan plang dilarang parkirnya, ia tak segan-segan menegur. Apalagi mengadakan pertikaian besar tentang melanggar sebuah aturan.
Seumur hidup Ove percaya akan idealismenya. Ia tak perlu opini orang lain, tak perlu juga apresiasi yang menjadikannya terkenal. Biar saja ditemani mobil keluaran Saab. Toh yang ia cintai selama ini hanya kebenaran, mobilnya, dan Sonja.
Hanya Sonja seorang yang berhasil membuat Ove luluh. Sonja bukan saja cantik. Perempuan itu mencintai buku-buku dan menyayangi suaminya yang tegas tapi penuh kejujuran. Sonja dan Ove bagaikan kutub magnet yang berbeda, yang satu berwarna, sedangkan Ove hanyalah laki-laki hitam-putih yang sederhana.
Para tetangga sering mengecap Ove sebagai pria pemarah, tetapi bagaimana dengan dulu? Apakah perangainya memang seperti itu?
Setelah dunia pernovelan diguncang kesukesesan novel “The Hundred-Year-Old Man Who Climbed Out the Window and Disappeared” karya Jonas Jonasson beberapa tahun silam, kini giliran Fredrik Backman—sebagai penulis asal Swedia lainnya—menelurkan sebuah karya baru dengan genre serupa. Dengan racikan sedikit humor dan drama khas orang tua, Ove dijelaskan menjalani masa tuanya; menolak segala hal berbau modernisme, sekaligus kesepian hidup seorang diri.
Sekilas, sosok Ove dalam “A Man Called Ove” mengingatkan saya dengan tokoh Mr. Fredickson pada film animasi “Up”. Perangai mereka sama-sama pemurung, tidak ramah, dan selalu saja nampak kesepian. Kendati demikian, Ove adalah orang yang baik hati dan selalu menjunjung kebenaran. Seperti halnya Mr. Fredickson yang setia, Ove pun amat setia pada Sonja, sekalipun itu Sonja telah meninggalkannya bersama koleksi buku dan kenangan. Kisah cinta Ove dan Sonja diceritakan melalui banyak asam-garam, bukan sekadar cerita yang digambarkan penuh kesenangan dan rasa kasmaran, tapi di saat-saat terpuruk, Sonja adalah satu-satunya yang bisa mengerti dan menenangkan diri Ove.
Sebagian besar plot “A Man Called Ove” bercerita tentang keseharian, tepatnya keseharian Ove yang hidup bertetangga. Yang mana di lingkungan tersebut, ditinggali tetangga lamanya dan sepasang tetangga baru yang tengah mengharapkan kedatangan seorang anak. Hal-hal lucu yang diangkat oleh Fredrik Backman adalah perbedaan prinsip keduanya yang terlihat konyol, bagaimana Ove yang tua selalu mempertahankan prinsip kolotnya tanpa mau diganggu gugat dengan sebuah inovasi yang baru. Akan tetapi, di sela-sela kekonyolan tersebut, penulis pun mengungkap kejadian-kejadian lampau yang menjadi nostalgia tersendiri bagi Ove.
Jadi, apakah “A Man Called Ove” sepenuhnya menceritakan humor? Tentu saja tidak. Bagi saya, “A Man Called Ove” adalah novel penuh makna. Fredrik Backman tidak sekadar menciptakan Ove dengan dialog yang ngotot sehingga mengundang tawa. Tapi, di dalam kepalanya, Ove punya sesuatu yang bermakna. Terlebih menyangkut prinsipnya dalam mempertahankan kebenaran. Narasi dan dialog yang dituturkan Fredrik Backman tak jarang membuat saya tercenung.
Menyangkut gaya menulis, Fredrik Backman menceritakan kisah hidup Ove lewat sudut pandang orang ketiga yang sepenuhnya berperangai seperti Ove. Kendati tidak ada interaksi antara narator yang serba-tahu-ini dengan Ove, tapi lewat caranya menjelaskan hal-hal yang spasial, Fredrik Backman sering menggunakan majas yang penuh sarkasme. Tidak ada metafora yang ramah dalam kalimat-kalimatnya. Dan mengenai deskripsi gestur serta spasial, semuanya dijelaskan secara eksploratif dan berdiksi mudah. Sehingga dalam proses membaca, seseorang seolah dituntun untuk melihat segala hal yang memang terlintas di mata Ove.
Fredrik Backman yang tertulis di bagian introduksi penulis, Ove tercipta dari sebuah postingan blog, oleh sebab itu setiap bab dalam kehidupan Ove terpenggal seperti cerbung per episode. Seperti halnya bab pertama: “Lelaki Bernama Ove Membeli Komputer yang Bukan Komputer” dan bab kedua: “Lelaki Bernama Ove Melakukan Inspeksi Lingkungan”. Dua bab tersebut tidak punya keterkaitan dari segi judul. Tapi, memang setiap bab selalu punya konflik yang juga dapat diselesaikan pada bab yang sama, sehingga dapat disimpulkan, membaca “A Man Called Ove” dapat diibaratkan seperti menonton seri komedi situasi. Kendati dapat disimak secara lepasan, tapi seluruh bab-nya merangkai sebuah cerita yang menyentuh tentang diri Ove.
“A Man Called Ove” ditulis Fredrik Backman dengan alur bolak-balik; alur masa depan dan alur masa lalu yang saling terikat. Di alur masa sekarang Ove yang hidup sendiri kerap menghadapi banyak hal dan dalam hal sepele sekalipun, Ove selalu berfantasi mengenai masa lalunya, mengait-ngaitkannya secara menarik. Dengan kebiasaan tersebut, pembaca pun tak ayal disungguhkan tiga sensasi berbeda: di masa lalu Ove selalu menyimpan cerita-cerita menyentuh; di masa sekarang dialog Ove yang keras kepala kerap kali mengundang rasa tawa; tapi kadang kala di tengah kebiasaan penyendiri Ove, alur yang dibimbing Fredrik Backman terasa monoton.
Penokohan yang digunakan Fredrik Backman dalam “A Man Called Ove” adalah penokohan yang kerap kali menipu para pembaca. Dengan selalu berpihak pada Ove, narator tak hentinya menyelubungi para tetangga dan orang-orang di sekitar Ove dengan kejelekan dan ejekan. Sedangkan cerita Ove sendiri dijelaskan dengan dramatisir yang baik. Karakter yang keras kepala dijelaskan melalui dialog. Dan prinsipnya dijelaskan secara nyata pada bagian narasi.
“Orang dinilai dari yang mereka lakukan. Bukan dari yang mereka katakan.” –A Man Called Ove, hlm. 105
Begitu juga dengan sosok Sonja. Pada intinya, bisa dibilang dari segi narasi penokohan, Fredrik Backman mampu menggambarkan tokohnya yang egois dan terlihat selalu ingin diperhatikan melebihi lingkungan di sekitarnya.
Dalam pemilihan setting, “A Man Called Ove” tidak menjelaskan latar tempatnya secara jelas. Tapi lewat penataan gaya bahasa yang penuh keseharian dan dan narasinya yang menceritakan adanya Asosiasi Warga. Dapat dibuat hipotesis jika Fredrik Backman memilih latar sebuah perumahan bebas parkir sebagai lingkungan tempat tinggal Ove. Namun, dari pemilihan nama para tokohnya, seperti Ove, Sonja, Anita, dan Rune, nama-nama yang dipilih Fredrik Backman punya unsur kental dalam kebudayaan Swedia.
Secara keseluruhan, “A Man Called Ove” merupakan novel yang penuh tipuan, jika “The Hundred-Year-Old Man Who Climbed Out the Window and Disappeared” karya Jonas Jonasson sanggup mengundang tawa, “A Man Called Ove” mampu mendatangkan tawa dan haru di saat yang bersamaan. Sungguh novel yang sederhana tapi sarat makna.
Source:
https://janebookienary.wordpress.com/2016/03/01/a-man-called-ove-fredrik-backman/
This Blog Write By:
Jessi Wijaya
Langganan:
Postingan (Atom)